Lewat Kata
Akupun telah mengarahkan pendangan ke arah sisi yang lebih dalam.
Tentang pribadiku yang masih saja bermain rahasia terhadap diriku
sendiri.
Aku masih seperti sedia kala. Tiap saat aku kehilangan
diriku di keramaian, aku akan menemukan kembali diriku dalam diam,
sunyi, dan kesenyapan dalam membaca diri. Dan kapanpun aku tersesat
dalam pemikiran, aku kembali bersama renungan panjang yang kurindukan.
Ilmulah
yang masih mengisi konsentrasiku. Lebih mendominasi ketimbang aku
memikirkan sosoknya. Ilmu yang nyaris membuatku bingung di buatnya.
Karena itulah sesuatu yang terus kuusahkan untuk merasuk dalam
pribadiku yang masih butuh dipupuk sedemikian rupa. Ilmulah yang
kuharapkan selalu merasuk dalam jiwaku yang masih tersisa
kehampaannya.
Aku mengisi waktu dengan kegembiraan dan keceriaan,
meski terkadang di waktu lain tak jarang berganti dengan kegelisahan,
kepedihan, kebingungan atau kesedihan.
Segalanya seringkali
kutuangkan dalam kata. Sepertinya memang tak salah lagi, kata-kata telah
menjadi bagian dari hidupku. Kata-kata menemaniku ketika suka dan
dukaku. Aku selalu merangkainya sebagai salah satu pelipur laraku.
Karena
aku tak begitu memudah memaknai kata-kata bersuara dari sosok sunyi
yang selama ini masih tak lari dari diam. Karenanya, aku lebih suka
memaknai kata-kata dalam tulisannya. Meski pada kenyataannya, aku sadar
bahwa kata-kata tak selamanya mencerminkan hati seseorang. Tapi lewat
kata-kata tanpa suara itulah, aku bisa mengenalnya. “Seseorang” yang
selama ini berdialog dengan kata tak bersuara.
Dia yang dalam
catatan harianku tak banyak kusebut, namun masih saja tersimpan dalam
memoriku sebagai orang yang terdiam dalam ruang sunyiku. Berbicara
tanpa suara, bercerita tanpa lisan berucap. Kata-katalah yang sejauh
ini mendominasi pertemanan dalam diam.
Lewat kata aku mendengar
jeritannya. Lewat kata aku melihat kemarahannya saat itu. Merasakan
kekecewaanya terhadapku di kala itu. Lantas lewat kata-kata pula
kujelaskan maksudku dan kujelaskan keadaanku.
Lewat kata aku
mengenalnya. Lewat kata kucaba sepenggal catatan kehidupannya. Lewat
kata aku mengenal keangkuhan yang lambat laun meleleh menjadi selembut
kabut pagi.
Lewat kata, aku mengetahui keegoisan yang kini
berubah menjadi kebijakan. Lewat kata, kudengar tangisnya, kudengar
tawanya, kulihat senyumnya melalui mata hati.
Ya… Mata hati
itulah yang lebih sering kugunakan untuk melihatnya. Karena mata
kepalaku sebenarnya tiada kuasa menatapnya lebih lama.
Lewat mata hati aku lebih bisa menemukan kejujuran. Meski seringkali mata kepala berusaha membohongi.
Lewat
kata, aku berucap dalam kebisuan, lewat orang lain aku mendengar tiap
intonasi bahasanya, lewat do’a kusampaikan pesan tanpa hinggap di
pendengaranya, lewat mata hati aku bisa melihatnya.
Jika tak ada kata,,, Mungkin aku tak kan mengenalnya sama sekali.
hahahaha, copas dariman kamu cong? cieeeee, ngepos dia..
BalasHapus